Ibnu Khaldun, Sang Sejarawan dan Bapak Sosiologi



(Dirangkum dari buku “Biografi Ibnu Khaldun: Kehidupan dan Karya Bapak Sosiologi Dunia”, Karya Muhammad Abdullah Enan)

       Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M. Nama lengkapnya adalah Waliyuddin Abdurrahman ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Abdurrahman ibn Khaldun. Ibnu Khaldun adalah keturunan dari keluarga tua yang terkenal dan terpelajar, Para pendahulunya bertempat tinggal di Andalusia dan menjabat beberapa posisi penting di amirat/kerajaan/kesultanan. Dia memiliki beberapa saudara kandung, antara lain; Umar, Musa, Yahya, dan Muhammad. Selain Ibnu Khaldun, hanya Yahya lah yang kemudian menjadi menteri dan terkenal.

       Masa muda Ibnu Khaldun begitu penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bagi hidupnya. Dimulai dari pengajaran membaca Al-quran serta tafsirnya, hadits, serta fiqih oleh Ayahynya yang juga guru pertamanya. Kemudian dia mempelajari tata bahasa dan retorika dari ulama-ulama paling terkenal di Tunisia. Pada umur 18 tahun atau tepatnya tahun 749 H/1349 M, Ibnu Khaldun ditinggal mati oleh kedua orangtuanya serta semua gurunya yang terkena wabah mematikan yang menyerang Afrika Utara, Ibnu Khaldun menyebutnya sebagai “wabah yang menyapu bersih”. Disinilah titik balik kehidupan Ibnu Khaldun, dan pintu gerbangnya memasuki dunia perpolitikkan.

       Dalam dunia perpolitikkan, Ibnu Khaldun sarat pengalaman. Saat masih di usia muda, beliau sudah menjadi orang kepercayaan penguasa di Tunisia, yaitu Abu Muhammad ibn Tafrakin. Dan dilanjutkan menjadi orang kepercayaan sultan di beberapa kesultanan di Tunisia, Tlemchen, Barbary Tengah (Sekarang Aljazair) dengan berbagai intrik politik yang mewarnai hidupnya. Dia sempat juga hijrah ke Andalusia/kseultanan Granada, disini disambut dengan baik karena ketenaran namanya yang sudah terkenal di Afrika Utara, dan disini pula ia bertemu teman karibnya yang seringkali berbeda pandangan dengannya, yaitu Ibnu al-Khatib. Di Andalusia, kehidupan politik Ibnu Khaldun tak berbeda jauh pada saat dia di Afrika Utara, begitu banyak intrik yang membuat dirinya kadang diatas dan kadang terpuruk dibawah hingga akhirnya membuat dirinya mengungsi kembali ke tanah kelahirannya, Tunisia.

       Pada pertengahan tahun 784 H/1382 M, Ibnu Khaldun hijrah ke Mesir, setelah menempuh pelayaran yang sulit dari Tunisia menuju Iskandariyah. Sesampainya di Kairo pada awal Zulqaidah 784 H/November 1382 M, beliau takjub dengan luas, besar, dan keindahan Kairo, hingga ia bertutur dalam kata-kata yang melukiskan Kairo sebagai berikut; “Istana-istana dan benteng-benteng tampak di Cakrawalanya, lembaga-lembaga pendidikan dan madrasah-madrasah bersinar di langit, para cendikiawannya berkilauan seperti rembulan dan bintang-gemintang…”. Berkat karyanya (Muqaddimah) yang telah sampai dulu dari padanya di Kairo, dia telah dikenal oleh kalangan Intelektual dan sastrawan Mesir. Di Mesir inilah kemudian ia diangkat menjadi Dosen, Guru besar, juga Hakim mazhab Maliki oleh Sultan Mesir kala itu, Az-Zahir Barquq. Ibnu Khaldun beberapa kali dipecat dan diangkat kembali menjadi Hakim mazhab Maliki karena serangan intrik dari orang-orang yang membenci dirinya.

       Yang tak boleh luput dari kisah hidupnya adalah peristiwa diplomasi dirinya dengan Timurleng. Timurleng (Tamerlane dalam bahasa Inggris) adalah seorang penakluk yang membawahi bangsa tartar yang dianggap terbesar dalam sejarah, seperti ucapannya yang terkenal “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di muka bumi seharusnya juga hanya ada satu Raja”. Ibnu Khaldun bertemu dengan Timurleng dalam posisinya sebagai hakim yang menemani sultan Mesir menghadang pasukan Timurleng di Damaskus, kota perbatasan Kesultanan Mesir. Ibnu Khaldun menceritakan dirinya diam-diam turun dari benteng menemui Timurleng di tendanya untuk berdiplomasi, Ibnu Khaldun memberikan opsi penyerahan kota Damaskus secara damai dan keputusan tersebut disetujui oleh Timurleng (Tetapi ada beberapa versi berbeda mengenai pertemuan Ibnu Khaldun dengan Timurleng yang dipaparkan pada biografi sejamannya). Namun sayang pada akhirnya Kota Damaskus tetap diberangus seperti halnya Aleppo, namun hal ini tidak memutuskan hubungan ‘baik’ antara Ibnu Khaldun dan Timurleng yang beberapa kali meminta pendapat kepada Ibnu Khaldun. Sekembalinya dari Damaskus, Ibnu Khaldun kembali menuju Kairo untuk melanjutkan tugasnya sebagai hakim.

       Akhir hidup Sang Sejarawan (Ibnu Khaldun) tidaklah meninggalkan begitu banyak peristiwa seperti dikala mudanya, selain ia telah meninggalkan dunia perpolitikkan selepas hijrah dari Afrika Utara, ia juga telah melepas (Dipecat-seperti keinginannya) jabatannya sebagai Hakim mazhab Maliki. Di Akhir hidupnya ia fokus dalam mengajar serta melanjutkan karya-karyanya. Ibnu Khaldun meninggal pada Ramadhan 808 H/16 Maret 1406. Dia dimakamkan di pemakaman Sufi di luar Babun Nasr, yang merupakan daerah pemakaman orang-orang penting dan ulama.

       Muqaddimah, sebagai magnum opus Ibnu Khaldun. Muqaddimah disanjung karena keorisinalitasannya dalam membahas Ulum al-Umran (Sosiologi) atau Al-Ijtima al-Basyari (kondisi-kondisi masyarakat). Ibnu Khaldun mengawali Muqaddimah dengan membahas nilai sejarah dan jenis-jenisnya, serta berbagai kesalahan yang dilakukan para sejarawan. Pada bab kedua Muqaddimah membahas berbagai macam masyarakat nomad, suku-suku dan bangsa-bangsa barbar. Di bab ketiga Ibnu Khaldun melalui Muqaddimah-nya membicarakan Negara-negara, Khilafah, kedaulatan dan fungsi-fungsi kerajaan. Pada bab keempat Muqaddimah membahas tentang masyarakat beradab, negara dan kota. Pada bab kelima Ibnu Khaldun membicarakan perdagangan, cara kehidupan dan cara-cara mendapatkan penghidupan. Ibnu Khaldun mengkhususkan bab keenam pada Muqaddimah untuk membahas ilmu pengetahuan dan pendidikan.

       Karya-karya lain dari Ibnu Khaldun antara lain Kitab al-Ibar wa Diwan al-Mubtada wal-Khabar fi Ayyamil-Arab wal-Ajam wal-Barbar wa man Asara-hum min Zawis-Sultan al-Akbar, atau biasa disingkat menjadi Al-Ibar. Kitab Al-Ibar ini berisi pembahasan mengenai ilmu kenegaraan, sosiologi, serta sejarah beberapa bangsa. Ada juga karya otobiografi Ibnu Khaldun dengan nama lengkap buku tersebut At-Ta’rif bi Ibni Khaldun, Mu’allif Hazal-Kitab (Perkenalan dengan Ibnu Khaldun, pengarang buku ini), atau disingkat Kitab At-Ta’rif. Kitab At-Ta’rif ini menceritakan secara rinci kehidupan Ibnu Khaldun, yang diakhiri dengan at-Ta’rif bi Ibni Khaldun wa Rihlahtuhu Syarqan wa Gharban (Perkenalan dengan Ibnu Khaldun dan perjalanannya ke Timur dan Barat.
               
oleh Yahya Aditama. Sukoharjo, 21 Rajab 1436 Hijriah. (10 Mei 2015 Masehi)
Powered by Blogger.

Followers